Friday 20 December 2013

Wahai Ibu Penabuh Gamelan

sungguh saya tidak tahu apa yang kau rasakan. apakah tidak ada jalan lain selain duduk di bawah lampu merah, menabuh gamelan yang saya lupa apa namanya itu. mendandani anakmu yang seusia dengan putri saya dengan topeng ala topeng monyet, menyuruhnya menari, terus sepanjang hari. memunguti receh yang diberikan para pengendara yang berhenti. sementara saya selalu miris tiap kali melirik kulitnya yang legam terbakar, keringatnya yang bercucuran, dan sandalnya yang kotor terinjak kaki yang pecah-pecah.

mungkin saya tidak tahu apa yang terjadi padamu. tapi tiap kali melihat kalian di sana, saya selalu berpikir, andai saya harus bekerja, saya akan memilih jadi tukang cuci. atau pemulung. atau tukang rongsokan. atau penjual pecel keliling. atau apapun yang bisa dilakukan seorang wanita tanpa harus membawa serta anaknya di jalanan yang panas, memberi ruang lebih padanya agar bermain layaknya anak-anak. walau mungkin, pendapatan pemulung, tukang cuci, atau tukang pecel, tidaklah sebanding dengan yang kau dapatkan hari ini.

mungkin saja, suatu saat, ada alasan yang membuatmu berhenti.
semoga.

from here



2 comments:

  1. Hello dear.

    Sorry for the late dropping by.
    Pandai sungguh susunan ayatnya.sangat pandai dalam sastera.

    Happy New Year!

    ReplyDelete
    Replies
    1. happy new year!
      saya suka sekali kebun malay kadazan girl. :D

      Delete